Kemunculan pertanyaan ini tampaknya dilatari oleh adanya perbedaan “mazhab” antar penulis.
Sebagian penulis “meyakini” bahwa tulisan yang baik adalah tulisan panjang, jelas dan detail. Menurut mazhab ini, semakin panjang sebuah tulisan, maka ia semakin baik. Tulisan panjang, masih menurut mereka; akan mencerminkan tingkat keseriusan penulis.
Sementara “mazhab” lainnya “meyakini” bahwa tulisan pendeklah yang baik. Bagi mazhab ini, semakin pendek sebuah tulisan maka ia semakin bernas. Menurut mereka, tulisan pendek mencerminkan keahlian penulis dalam menghemat kata sehingga waktu pembaca pun tidak tersita.
Nah, kira-kira mazhab mana yang paling benar? Mungkin masing-masing kita sudah memiliki jawaban yang kita anggap tepat.
Bagi saya pribadi, pertanyaan tersebut tidak penting dijawab, sebab ia tidak memberikan manfaat apa pun bagi si penanya dan penjawab.
Menurut saya, kedua pola tulisan tersebut tidak perlu dibenturkan, sebab keduanya punya peran masing-masing.
Tulisan panjang menjadi penting ketika kita mengurai hal-hal pelik agar bisa dipahami oleh pembaca. Sementara tulisan pendek diperlukan untuk menjelaskan hal-hal sederhana.
Panjang pendeknya sebuah tulisan bukan alat ukur yang tepat untuk menilai kualitas sebuah karya tulis. Artinya, tidak semua tulisan panjang itu berkualitas dan tidak pula semua tulisan pendek itu minus kualitas.
Panjang pendeknya tulisan sangat bergantung pada objek yang akan dibahas. Artinya, tidak semua tulisan harus ditulis panjang dan tidak semua tulisan pula harus ditulis pendek.
Untuk menulis tentang tata cara menyeduh kopi misalnya, tentu kita tidak butuh penjelasan panjang lebar, apalagi sampai mengular dan merayap sehingga otak pembaca harus berputar-putar mengikuti irama tulisan yang melenggak-lenggok. Untuk kategori tulisan serupa ini, kita hanya butuh beberapa kalimat saja, tanpa harus berpanjang-panjang kalam.
Sebaliknya, untuk menulis tentang tata cara membuat pesawat tempur, tentu tidak akan selesai hanya dalam dua baris, apalagi dua kata. Kita butuh penjelasan yang lumayan panjang sampai tata cara tersebut terjelaskan secara rinci sehingga ia dimengerti oleh pembaca.
Selain itu, seorang penulis juga harus menyesuaikan diri dengan media tempat ia menulis. Koran Kompas misalnya, hanya menampung 700 kata. Tulisan sepuluh kuarto tentu tidak mendapat tempat. Bahkan ada koran yang hanya menyediakan ruang untuk 500 kata sehingga tidak mungkin menerima tulisan yang panjangnya ratusan meter.
Sebaliknya jurnal-jurnal ilmiah hanya menerima tulisan panjang, minimal 10 atau 15 halaman. Tulisan dengan hanya 150 kata atau 10 paragraf tentu akan gagal masuk jurnal.
Kesimpulannya?
Pembacalah yang nantinya akan menentukan apakah sebuah tulisan itu baik atau tidak. Sementara tugas penulis hanyalah menulis sebaik mungkin.
Tulisan yang baik tidak dilihat dari panjang pendeknya, apalagi tinggi lebarnya, tapi terletak pada paham tidaknya pembaca.
Panjang tidaknya sebuah tulisan sangat ditentukan oleh objek kajian.
Panjang pendeknya tulisan harus disesuaikan dengan media yang tersedia.
Ada kesimpulan yang lebih singkat?
Ada. Tulisan yang baik adalah tulisan yang “selesai.”
0 Comments