Baginya kehidupan hanya untuk melayani dan tunduk pada keangkuhan manusia lain sebangsanya. Tak ada gerak perlawanan sejak kelahiran. Yang ada hanya ketundukan, kelemahan dan ketakutan sembari bersimpuh di bawah tapak kaki keangkuhan.
Dia tunduk pada nafsu sebangsanya tanpa mampu berkutik. Baginya hidup adalah diam dan mengangguk seruan-seruan keangkuhan yang saban waktu datang menghantam, bahkan menginjak kehormatannya.
Akhirnya keangkuhan pun terus abadi tak mati-mati. Terus berdiri dan menghampirinya saban hari, tanpa mampu dia berlari.
Ketundukannya telah menyambung napas penindasan bagi dirinya. Dia terus menghamba pada hajat busuk manusia-manusia angkuh.
Di hadapan manusia-manusia angkuh, ia hanya patung belaka. Patung-patung bernyawa tanpa pikir dan rasa. Selalu menghamba dan mengiba. Akhirnya gelora keangkuhan pun merajalela membunuh segala rasa.
Hanya kata ampun dan maaf yang selalu terucap dari bibirnya yang mematung. Baginya kebenaran hanyalah memuja keangkuhan. Keangkuhan adalah raja yang tak boleh dibantah, apalagi di lawan.
Abadilah ia dalam sembah yang tak berkesudahan. Terus mematung dalam keterjajahan.
0 Comments