Pesta demokrasi ini terus saja berulang lima tahun sekali. Terkadang kita sendiri juga terlibat di dalamnya dengan peran masing-masing.
Seperti telah kita singgung di awal; salah satu pekerjaan kita di pemilu adalah memilih calon-calon legislatif yang akan duduk di kursi DPR di setiap jenjangnya. Calon legislatif itu biasa disingkat dengan caleg. Ada juga sebagian kalangan yang menulis kata tersebut sebagai “calek” — yang jika dipanjangkan akan menjadi “calon lekislatif.” Mungkin saja yang bersangkutan sering mendengar kata-kata itu diucapkan di kedai-kedai kopi tanpa pernah melihat teksnya secara langsung.
Dalam negara demokrasi seperti Indonesia, siapa pun memiliki hak untuk mengajukan diri sebagai caleg asalkan dia mampu memenuhi syarat seperti menyandang status WNI dan punya hubungan dengan partai politik serta persyaratan lainnya sesuai amanah undang-undang.
Caleg adalah langkah awal untuk dapat menjadi leg (legislatif). Tanpa ada proses ca (calon) ini, tidak mungkin ia menjadi leg. Tapi, dalam kenyataannya, tidak semua caleg sukses menjadi legislatif. Ada yang terpilih dan ada pula yang tidak terpilih. Orang yang terpilih akan segera dilantik menjadi legislatif, sementara yang tidak terpilih akan menyandang status sebagai “caleg gagal” tanpa upacara apa pun.
Yang sudah pernah terpilih sebagai legislatif biasanya akan kembali menjadi caleg lima tahun berikutnya dengan harapan terpilih kembali. Demikian pula dengan mereka yang tidak terpilih di tahun sebelumnya, biasanya juga ikut-ikutan mencalonkan diri kembali dengan impian dapat terpilih kali ini. Dan, seperti biasa; nantinya ada yang terpilih dan ada yang tidak.
Dalam perjalanan pileg lima tahunan; ada yang dari pertama terpilih dan terus-menerus terpilih sepanjang waktu sampai dirinya dipilih oleh malaikat maut. Ada pula yang tidak pernah terpilih sekali pun seumur hidupnya sampai-sampai dia harus memilih profesi lain seperti jualan cendol. Tidak sedikit pula yang sekali begini sekali begitu; sekali terpilih sekali gagal. Berulang dan terus berulang.
Uniknya lagi, ada juga yang memilih menjadi caleg seumur hidup. Dia terus berjuang pantang menyerah. Dia tidak peduli pada kejatuhan, terus saja bangkit dengan penuh semangat. Baginya, kegagalan hanyalah kesuksesan yang tertunda. Dia terus berusaha mengejar kesuksesan yang menurutnya sudah dekat di depan mata. Sedikit lagi. lagi dan lagi. Sampai akhirnya ia sadar sudah berada di hadapan sebuah sumur dengan jala di bahu dan pancing di tangan. “Di sini banyak ikan,” katanya sambil tertawa sendiri.
0 Comments