Ketika kuasa kau peluk, berurut sembah datang menurut. Menunduk layu pada suaramu yang menyeru. Sembah itu terus kau buru sepanjang waktu. Terus saja budak-budak itu kau rayu. Menjilat pantatmu tanpa malu. Sebab jilatan budak adalah napas bagimu. Napas yang akan mengekalkan usiamu sehingga kuasamu abadi.
Engkau tampak gagah di hadapan mereka. Para budak yang mati rasa. Di mata budakmu, engkau adalah kejora penuh cahaya. Engkau adalah raja. Kuasamu terus saja mencengkeram dan mengikat mereka dalam ketaatan buta. Ketaatan pada selaksa kuasa yang meraba-raba.
Akhirnya engkau terlena dalam jilatan yang berlipat-lipat. Dalam semburan liur lidah menjulur. Engkau tergoda dengan sujud sembah budak durjana. Engkau tertipu dengan merdu suara hamba celaka. Engkau teperdaya dalam puji petaka.
Dan engkau terus saja terlena, mengenang megah singgasana.
Terus dan terus saja engkau begitu. Larut dalam keasyikan kuasa. Sampai tiba suatu masa, kuasa pergi tak kembali. Barulah engkau mengutuk diri. Mencaci maki tak guna lagi. Sebab budak telah pun pergi.
Jilatan telah berakhir! Kuasamu terbang entah ke mana. Tiba masa engkau mula menghamba. Menyambung sembah ke lain raja.
0 Comments