Dengan demikian, untuk sementara, diskusi hebat terkait posisi cawapres sudah selesai. Beberapa tokoh yang selama ini diunggulkan sebagai cawapres, tapi gagal terpilih, tentu harus berpuas diri. Sebab politik memang begini, sulit ditebak.
Seperti diketahui, hanya ada dua cawapres yang bisa diusung, mengikuti capres yang hanya dua orang. Kondisi ini menyebabkan ramai cawapres yang gagal “bermimpi.”
Di negara demokrasi, kondisi semacam ini terbilang wajar, bahkan sangat wajar. Tidak ada yang aneh. Semua boleh berlomba, tapi kesuksesan sangat tergantung pada perjuangan dan juga garis nasib.
Di negeri demokrasi ini, siapa cepat dia dapat, siapa lambat dia “berkulat.” Demikian pula dalam soal modal. Pemilik modal tetap saja memiliki kendali dalam dunia politik.
Sepintas, kita memang merasa “kasihan” melihat beberapa cawapres gagal yang balihonya terpampang hampir di setiap sudut desa dan kota. Entah berapa banyak uang sudah terbuang. Tapi, bagi mereka, itu biasa saja. Demokrasi memang begini.
Demikian pula dengan keriuhan dalam beberapa tahun terakhir melalui aksi demontrasi dengan isu begini dan begitu. Isu agama, nasionalisme dan komunisme tampak terbang liar kian ke mari. Tapi, semua bisa saja hilang seketika dihempas aroma demokrasi yang selalu dinamis.
Saling hujat, caci maki, bully dan entah apa-apa lagi pun bisa muncul dan lenyap tiba-tiba. Semua bisa saja terjadi di alam demokrasi.
Yang dulunya mengangkat isu agama, bisa saja kemudian beralih pada isu lain. Yang dulunya “anti” pada isu agama, bisa balik mengadopsi.
Demokrasi. Kita terus bersandiwara dalam tangis dan tawa kepalsuan. Beginilah sandiwara politik kita.
0 Comments