Tulisan ini hanya akan mengulas beberapa aktivitas basa-basi yang secara paksa disebut sebagai silaturrahim. Padahal aktivitas tersebut sama sekali bukan silaturrahim.
Saya memahami silaturrahim sebagai aktivitas menyambung dan merawat persaudaraan antarsesama. Aktivitas ini dapat terwujud dalam berbagai bentuk tindakan, seperti saling berkomunikasi atau saling mengunjungi.
Komunikasi dan kunjungan ini bisa dilakukan kapan saja. Biasanya kedua pola ini berlangsung timbal balik dan saling bergantian. Hari ini si A mengunjungi si B, besok si B mengunjungi si A dan seterusnya. Demikian pula dengan komunikasi; hari ini si A menyapa si B, besok si B menyapa si A dan seterusnya.
Silaturrahim adalah aktivitas yang berlangsung terus menerus dan melibatkan interaksi timbal balik yang dilatari oleh kesadaran masing-masing, bukan oleh keterpaksaan atau karena tendensi tertentu.
Sebagai contoh; aktivitas yang dilakukan oleh bawahan dengan mengunjungi atasan di hari raya sama sekali bukan silaturrahim sebab aktivitas tersebut dilatari oleh kepentingan tertentu. Buktinya, ketika dia sudah sudah tidak lagi menjadi atasan, kunjungan pun berakhir.
Demikian pula dengan kunjungan para pejabat ke rumah bupati atau gubernur juga tidak bisa dipahami sebagai silaturrahim dalam pengertian sebenarnya sebab ia berlangsung temporal. Kita mungkin sering melihat sendiri mantan bupati atau pejabat yang tak lagi dihormati di masa purnabakti.
Akhirnya kunjungan dan komunikasi yang dibangun atas tendensi tanpa melibatkan kesadaran dan ketulusan hanya akan menjadi basa-basi belaka.
0 Comments