Kedua belah kubu yakin bahwa pasangan merekalah yang akan memenangkan “pertarungan” memperebutkan kursi kekuasaan untuk lima tahun ke depan. Kedua belah kubu mengaku paling kuat, paling cerdas, paling alim, paling milenial, paling keren, paling “berkualitet,” paling dicintai oleh rakyat dan sejuta kepalingan yang tak terhitung. Kedua belah kubu saling tarik-menarik bahwa merekalah yang paling “paling.”
Di tengah kewarasan yang semakin kurus, ide-ide konyol pun bertaburan di udara; dihempas dan ditangkap sendiri. Melucu sendiri dan tertawa sendiri. Mereka pelawak dan mereka pula yang menjadi penonton yang sok terpingkal dengan leluconnya sendiri. Kekonyolan paling konyol yang tidak pernah mereka sadari di tengah pengakuan bahwa merekalah pihak yang paling sadar atas ketidaksadaran. Ada gila?
Baru-baru ini, seperti dilaporkan “wartawan facebook” yang telah menguasai pikiran dari setengah penduduk bumi di abad ini – telah muncul perdebatan antarkedua pihak terkait debat pilpres nantinya. Satu pihak mengajukan debat menggunakan bahasa Inggris dan satu pihak meminta debat bahasa Arab. Kelahiran ide konyol ini tentunya bukan tanpa alasan. Yang meminta debat bahasa Inggris mungkin Inggrisnya excellent dan yang menghendaki bahasa Arab bisa jadi bahasa Arabnya mumtaz.
Tapi mereka tidak sadar bahwa ide serupa itu semakin mempertegas kekonyolan. Yang sebelah sini menduga sebelah sana tak bisa bahasa Inggris dan yang sebelah sana meyakini sebelah sini tak mampu bahasa Arab. Akhirnya bertemulah dua kekonyolan yang saling bertubrukan. Sama saja seperti meminta ayam mengembek dan kambing berkokok. Siapa gila?
Jika kewarasan terus dibiarkan sekarat, maka bukan tidak mungkin akan muncul ide untuk debat pilpres menggunakan bahasa isyarat atau mungkin bahasa Sanskerta atau pakai bendera semaphore atau sandi morse pakai peluit. Silakan pilih!
0 Comments