Setiap hari ada saja grup-grup baru yang muncul dan secara “paksa” menarik kita ke dalamnya. Tanpa salam dan permisi kita “dipaksa” menyimak perbincangan mereka yang sama sekali tidak kita pahami. Berkali-kali keluar, berkali-kali pula kita ditarik kembali.
Jika diselisik, tampaknya demam grup telah menjadi semacam epidemi yang tak mungkin lagi disembuhkan, setidaknya untuk saat ini. Kondisi ini mirip-mirip dengan demam organisasi yang melanda masyarakat Indonesia di awal-awal perkenalan dengan nasionalisme yang kemudian melahirkan berbagai perkumpulan, persekutuan dan serikat hampir di seluruh daerah yang sebagian besarnya hanya ikut-ikutan belaka.
Kehadiran grup WA yang melimbah tidak hanya mengganggu konsentrasi tapi juga berdampak pada macetnya smartphone. Bagi yang menggunakan smartphone murah dengan harga “kiloan” seperti saya, kondisinya bisa semakin parah, padam tiba-tiba hanya karena ada pesan WA yang masuk beruntun dari ratusan grup yang tidak kita kenal seperti serbuan peluru minimi.
Sama halnya seperti facebook, aplikasi WA juga telah menjadi salah satu saluran paling efektif untuk menyebarkan hoax dan informasi tak jelas sanad rawinya dengan hanya menambahkan kalimat “copas dari grup sebelah.” Uniknya lagi hampir setiap grup tak jelas itu mengirim hoax yang sama.
Mubazirnya lagi, hampir semua grup itu beranggotakan orang-orang yang sama. Di grup A dia menjadi ketua, di grup B menjadi sekretaris, di grup C menjadi bendahara dan di grup D menjadi anggota. Begitu seterusnya. Kondisi ini tentunya semakin menambah kekacauan. Orang-orang ini biasanya akan mengirim informasi yang sama ke semua grup. Pengiriman informasi yang sama, khususnya foto dan video yang dikirim berulang-ulang tentunya akan membuat smartphone kehabisan napas untuk kemudian terkapar tak bergerak.
Kacaunya lagi, hampir semua grup WA tidak fokus pada tujuan yang telah dibuat oleh adminya sendiri. Maka tidak perlu heran jika di grup bernama “Kajian Agama” ada yang jualan celana dalam dan di grup “Kajian Filsafat” justru ramai yang berdiskusi soal capres. Demikian seterusnya. Akhirnya semua grup menjadi sama saja layaknya pasar malam yang tidak memiliki SOP.
0 Comments