Pada suatu pagi dalam ruang kuliah Pascasarjana UIN Ar-Raniry pada tahun 2014, beliau sempat berujar kepada kami: ”Saya ingin terus mengajar dan berharap meninggal dalam kondisi mengajar.” Saya ingat betul kalimat yang beliau ucapkan ini dan saya pun mencatatnya dalam ingatan. Saat itu beliau menjadi dosen kami, mahasiswa konsentrasi Pemikiran dalam Islam. Beliau mengampu mata kuliah Pemikiran Modern dalam Islam.
Meskipun kondisi tubuhnya terlihat lemah, tapi saat mengajar suaranya cukup lantang. Semangat mengajarnya cukup tinggi, seolah beliau baru saja lulus sebagai dosen muda. Padahal sudah puluhan tahun beliau menggeluti pekerjaannya sebagai guru bagi para mahasiswa. Tidak ada kesan bosan di raut wajahnya yang sudah keriput dimakan usia.
Beliau adalah murid dan sekaligus pengagum Harun Nasution. Kekagumannya terhadap sosok Harun terlihat dalam pernyataan-pernyataan beliau yang sering mungutip kata-kata dari penulis buku Pembaharuan dalam Islam ini. Dalam beberapa kesempatan di ruang kuliah, beliau juga sering memuji dan menceritakan kesan-kesan beliau dengan Harun Nasution.
Pernah suatu kali saya ingin “mendebat” pernyataan beliau di ruang kuliah, tapi rasa segan yang begitu tinggi membuat saya mengurungkan niat itu. Saat itu beliau mengatakan: “Setiap pembaharu sudah pasti pemurni, tapi pemurni belum tentu pembaharu.” Beliau mencontohkan sosok Muhammad Abduh yang disebutnya sebagai pembaharu sekaligus pemurni dan sosok Muhammad bin Abdul Wahab yang menurut beliau hanya pantas disebut pemurni, bukan pembaharu. Menurut saya, pernyataan beliau tersebut menjadi “janggal” ketika dihadapkan pada tokoh kontroversial semisal Mustafa Kemal At-Taturk yang oleh sebagian kalangan dianggap sebagai pembaharu, tapi tidak ada seorang pun yang menganggapnya sebagai pemurni.
Saat itu saya merasa pernyataan tersebut kurang tepat karena tidak sesuai dengan kenyataan sejarah. Menurut saya, tidak semua pembaharu itu pemurni dan tidak semua pemurni menjadi pembaharu. Artinya ada pembaharu yang sekaligus menjadi pemurni dan ada pula sebagian pemurni yang menjadi pembaharu; ada yang cuma menjadi pembaharu tanpa menjadi pemurni, demikian pula sebaliknya.
Tapi, terlepas dari pernyataan itu, saya banyak menyerap ilmu dari beliau. Ada banyak hal-hal baru yang saya peroleh dari materi-materi yang beliau berikan di ruang kuliah. Beliau adalah guru kami dan guru kita semua. Usia dan kondisi fisiknya yang lemah tidak menghalangi beliau untuk terus mengabdi. Saya mengagumi beliau sebagaimana beliau mengangumi Harun Nasution.
Malam ini (18/09/2018) saya mendapatkan kabar beliau telah meninggalkan dunia ini. Penulis buku Pemikiran Muhammadiyah dan Muhammad Abduh ini telah pergi meninggalkan karya dan kenangan bagi murid-muridnya. Semoga Allah mengampuni dosa-dosa beliau dan menempatkannya di tempat yang layak sesuai amalnya. Selamat jalan Prof. Dr. Arbiyah Lubis!
Allahummagfirlaha warhamha…
0 Comments