Tulisan ini masih terkait dengan polemik standarisasi warung kopi di Kabupaten Bireuen yang heboh dan bahkan viral baru-baru ini. Informasi terkait imbauan Bupati Bireuen ini telah menyebar sampai ke nasional. Bahkan beberapa media asing juga sempat merilis polemik ini dalam pemberitaan mereka.
Di Aceh sendiri imbauan standarisasi “atas nama” syariat ini masih hangat diperbincangkan di tengah masyarakat, khususnya di media sosial. Dawa-dawi terkait masalah ini masih berlanjut.
Masyarakat Bireuen sendiri terbelah ke dalam dua kutub; sebagian masyarakat menyatakan menerima keseluruhan poin dan sebagian lainnya menolak beberapa poin yang terkesan terlalu dipaksakan sehingga merugikan pihak tertentu. Dan yang pasti, hampir tidak ada masyarakat yang menolak keseluruhan poin dalam imbauan standarisasi tersebut.
Sayangnya di tengah keterbelahan sikap masyarakat ini, ada pula sebagian kalangan yang tampaknya tidak siap berbeda. Beberapa dari mereka terlihat begitu memaksakan sikapnya kepada orang lain. Dengan kata lain, sebagian mereka mencoba melakukan monopoli kebenaran dan memandang imbauan tersebut dalam perspektif “hitam-putih.” Siapa saja yang setuju dengan imbauan tersebut dianggap taat, dan sebaliknya yang mengkritisi dianggap sebagai anti kepada penegakan syariat.
Sebagian mereka “memaksakan” kehendak agar orang lain memercayai argumennya, tapi mereka menolak mentah-mentah argumen dari pihak “berlawanan.” Sikap semacam ini adalah cerminan “otoritarianisme” yang mungkin tidak pernah mereka sadari. Oknum serupa ini selalu mencoba mengurung kebenaran hanya di pihak mereka, sementara pihak lain dianggap sebagai “wakil kejahatan.”
Karena ketidaksiapan menerima perbedaan pendapat ini, akhirnya mereka tidak segan-segan melebel orang lain sebagai sesat, anti syariat, atau bahkan kafir. Kata-kata seperti itu mudah saja keluar dari mulut mereka tanpa beban, sebab mereka telah memosisikan diri sebagai wakil kebenaran di muka bumi.
Semoga saja kita terbebas dari sikap-sikap sadis serupa itu; sikap yang tidak hanya mengkhianati nalar, tapi juga mempercepat punahnya peradaban.
0 Comments