Di satu sisi, bencana selalu saja melahirkan tangisan dan kedukaan bagi siapa saja yang mengalaminya. Sementara di sisi lain, bencana juga menjadi medium penyadar dan evaluasi diri bagi manusia.
Bagi yang terkena bencana lazimnya ia akan berduka mengingat nasibnya. Sementara mereka yang tidak atau belum merasakan bencana biasanya akan memberi hiburan kepada para korban bencana sebagai wujud rasa kemanusiaan.
Namun di sebalik itu, masih ramai pula manusia-manusia bejat yang justru memperolok-olok korban bencana dengan berbagai lelucon kurang ajar. Mereka bukannya bersimpati atau berempati, tapi justru menari-nari di atas tangisan manusia lain yang sedang berduka. Merekalah manusia tengik.
Sebagai contoh ketika terjadi bencana di Palu dan Donggala beberapa waktu lalu sempat beredar meme di media sosial bahwa para janda di sana membutuhkan perhatian. Bahkan sempat beredar nama-nama beserta nomor hp dari para janda korban bencana yang katanya siap dipinang. Beberapa pengguna media sosial tampak membagikan meme brengsek ini sembari membuat lelucon.
Baru-baru ini, pasca jatuhnya pesawat Lion, seorang oknum netizen juga sempat menulis status “kecelakaan pesawat karena kesalahan bandara, kalau tidak ada bandara tentu tidak ada yang naik pesawat.” Status ini juga dikomentari oleh sebagian netizen lain dengan perasaan riang gembira. Ini adalah lelucon paling primitif, bukan kreatif.
Hanya manusia-manusia picik dan licik yang menjadikan bencana dan kedukaan orang lain sebagai bahan tertawaan. Mereka kekurangan hiburan sehingga berleha-leha di atas penderitaan orang lain. Dan ketika hal tersebut mereka lakukan, maka seperti kata Hamka, mereka telah meninggalkan martabat kemanusiaannya menuju martabat kebinatangan.
0 Comments