Kita harus menanamkan keyakinan bahwa tidak semua orang menilai tulisan kita dengan jujur. Artinya segala bentuk penilaian akan diiringi dengan kepentingan tertentu. Demikian pula dengan kita, juga sering kurang jujur ketika menilai tulisan orang lain, sebab kita pun punya kepentingan.
Ketika tulisan kita dipuji tak perlu berbesar hati, sebab kita tidak tahu atas alasan apa ia memuji. Demikian pula ketika tulisan kita dicaci pun tak perlu bersusah hati, sebab kita tidak tahu apa yang ada di pikiran mereka ketika mencaci.
Pujian yang diberikan kepada tulisan kita bisa dilatari oleh berbagai sebab. Bisa jadi tulisan kita memang layak mendapat apresiasi sehingga dipuji. Bisa jadi pula si pemuji hanya sekadar memberi semangat kepada kita. Atau, mungkin juga tulisan kita secara kebetulan selaras dengan pikirannya sehingga ia merasa berkepentingan untuk memuji.
Demikian pula dengan cacian yang kita peroleh pun dilandasi oleh banyak faktor. Bisa jadi tulisan kita memang buruk sehingga layak “dikutuk.” Bisa jadi pula cacian atau kritikan yang diarahkan pada tulisan kita hanya sekadar senda gurau belaka. Atau, mungkin juga tulisan kita bertentangan dengan pikirannya sehingga caci pun menjadi solusi.
Sangat sedikit yang bisa memberikan penilaian objektif atas tulisan orang lain. Kita pun demikian.
Ketika tulisan kita bersesuaian dengan pikiran seseorang atau sekelompok orang, maka mereka pun memuji, bukan karena kualitas tulisan, tapi karena tulisan kita secara kebetulan menyuarakan kepentingan mereka.
Demikian pula ketika tulisan kita berbenturan dengan pikiran atau kepentingan sekelompok orang, maka caci maki pun mengudara. Bukan karena tulisan kita buruk, tapi tulisan kita telah menganggu kenyamanan mereka.
Sebagai penulis merdeka, kita harus mampu bersantai dengan puji dan bersabar dengan caci.
0 Comments