Salah satu makhluk yang terus berubah dan tak pernah konsisten adalah politisi. Kita boleh saja menyebutnya sebagai oknum, tapi mereka adalah oknum yang bertumpuk-tumpuk atau dengan kata lain setumpuk oknum. Mereka bertumpuk dan bertebaran di seantero negeri.
Politisi bagaikan air yang selalu mengikut bentuk wadah, terus berubah. Jika pun hendak disebut konsisten, maka konsistensi mereka hanya terletak pada perubahan yang terus menerus tiada henti.
Tentu tidak sulit untuk menemukan rupa politisi semisal ini. Mereka hadir di setiap masa dan di setiap tempat. Dalam setiap kontestasi pemilu wajah mereka terus saja membayangi kehidupan demokrasi kita.
Politisi selalu saja berdiri di atas kepentingan dirinya dan kelompoknya. Kepentingan-kepentingan ini terus saja abadi dan melekat pada sosok politisi. Adapun janji, perkawanan, kesetiaan dan kepedulian hanyalah omong kosong.
Lakon-lakon politisi ini sudah sangat sering kita saksikan sehingga menimbulkan rasa muak yang tak tertahan. Hari ini mereka mereka berkata begini, besok berkata begitu. Hari ini mereka memuji seseorang layaknya malaikat, besok mereka mengutuknya sebagai setan.
Meskipun terlihat aneh, namun realitasnya memang demikian. Dalam kontestasi pilpres misalnya, si A yang dulunya mendukung kandidat B dengan membabi-buta memuja si B seolah tanpa cela. Uniknya, ketika pada pilpres selanjutnya si A berpihak kepada kandidat C, dengan segala daya dan upaya ia balik mencela kandidat B. Si A tidak sadar bahwa ia sedang memaki dirinya sendiri.
0 Comments